Fa'il

الفَاعِلُ
subyek )

الفاعل هو الاسم المرفوع الذي سبقه فعل مبني للمعلوم أو ما في معناه نحو :
Fa’il adalah isim marfu’ yang didahului oleh fi’il ma’lum atau yang semakna dengan fi'il (Isim tafdil, sifat musyabahah, isim masdar, isim fa'il , isim fi'il). contoh :

أَرْسَلَ اللهُ الأَنْبِيَاءَ
Allah telah mengutus para nabinya
lafad أَرْسَلَ " adalah fi'il ma'lum adapun lafad اللهُ menjadi fa'il. "Allah" berkedudukan sebagai fa'il lantaran ia berada setelah fi'il ma'lum.

يَاسَلِيْمًا صَدْرُهُ
Wahai orang yang selamat hatinya
lafad " سَلِيْمًا " adalah sifat musyabahah adapun lafad " صَدْر " menjadi fa'il. "shadru" berkedudukan sebagai fa'il lantaran ia berada setelah sifat musyabahah.

هُوَ الطَهُوْرُ مَاءُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Laut itu suci airnyahalal bangkainya
lafad الطَهُوْرُ " adalah isim mashdar adapun lafad " مَاءُ " menjadi fa'il, mau berkedudukan sebagai fa'il lantaran ia berada setelah mashdar.

ويدل هذا الاسم على من فعل الفعل أو اتصف بهنحو
Isim ini (fa’il) menunjukan kepada orang yang mengerjakan pekerjaan atau yang disifati dengan fi'il tersebutContoh:

خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَ الْأَرْضَ
pada ayat ini " اللهُ " menjadi fa'il (pelaku) yaitu Dialah lang yang melakukan pekerjaan "menciptakanterjemahnyaAllah telah menciptakan langit-langit dan bumi

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ
pada ayat ini " الْفَسَادُ menjadi fa'il dan tidak selamanya fai'il itu menunjukan kepada pelaku yang mengerjakan pekerjaan, jika dipaksakan " الْفَسَادُ " sebagai pelaku dari pekerjaan " ظَهَرَ " jadi maksudnya kerusakan telah melakukan pekerjaan nampak maka tentu akan rusak maknanya akan tetapi disini menunjukan bahwa fa'il itu disifati oleh fi'ilnya ( kerusakan yang nampak ). terjemahnya: Kerusakan telah nampak didarat dan dilaut

أَحْكَامُ الْفَاعِلِ
ketentuan-ketentuan fa'il )

A.      Ketentuan-ketentuan fa’il, diantaranya :

1.     Wajib marfu’. contoh :

فَازَ المُجْتَهِدُ
orang yang bersungguh-sungguh telah beruntung
lafad " المُجْتَهِدُ " menjadi fa'il tanda marfu'nya dengan dhamah dzahirah

Ø  Terkadang fa’il di majrurkan secara lafadz :

·        Dengan di idhafahkan kepada mashdar. contoh :

تَأْدِيْبُ الْوَالِدِ ابْنَهُ وَاجِبٌ
Seorang bapa mendidik anaknya itu wajib
lafad " الْوَالِدِ "majrur secara lafad karena diidhafahkan kepada lafad " تَأْدِيْبُ " namun lafad " الْوَالِدِ " ini secara mahal (berkedudukan) sebagai fa'il

·        Terletak setelah الباء الزائدة (tambahan). contoh :

وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدً
Cukup Allah swtSebagai saksi (QS. An-Nisa’ : 166)
lafadz " اللهِ " majrur degan hurf jar " بِ " (zaidah) namun secara mahal ( berkedudukan ) sebagai fa'il. catatan untuk mengetahui huruf jar tambahan atau huruf jar asli biasanya huruf jar tambahan tidak diterjemah karena kepentingannya untuk penekanan makna






·        Terletak setalah " من الزائدة ". contoh :

مَا جَاءَنَا مِنْ نَدِيْرٍ
Tidak satupun yang datang kepada kami seorang pengancam
lafadz nadirin " نَدِيْرٍ " majrur oleh huruf jar " مِنْ " dan namun secara mahal (berkedudukan) sebagai fa'il. catatan fi'il majrur dengan min zaidah apabila isim setelahnya nakirah dan didahului oleh nafi

·        Terletak setelah " اللام الزائدة ". contoh :

هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَاتُوْعَدُوْنَ
jauh jauh sekali apa yang mereka ancamkan (QS. Al-Mu'minun:36)
lafad " مَا " menjadi fa'il mabni atas sukun yang terletak setelah huruf " لِ " zaidah dari amil haihata (isim fi'il amr).

معناه في ما أو الفعل بعد وقوعه وجوب
B.      Fa’il itu wajib terletak setelah fi’ilnya atau yang semakna dengannyacontoh :

جَاءَ الحَقُّ وَ زَهَقَ الْبَاطِلُ
Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap (QS. AL-Isra’ : 81)
sebagaimana yang tersurat lafad " الحَقُّ (fa'il) terletak tepat setelah lafad " جَاءَ "(fi'il) secara langsung tampa ada pemisah antara keduanya.

فإن تقدم ما هو فاعل في المعنى كان الفاعل ضمير مستتريعود إليه
Ø  Jika fa’il itu di dahulukan penyebutannya sebelum fi’ilnya maka boleh dinamakan fa’il secara makna sedangkan yang menjadi fa’il itu dhamir mustatir yang kembali kepadanyacontoh :

اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ (هو)
Allah akan membalas mereka )QS. Al-Baqarah : 15(
lafad " اللهُ dalam i'rab menempati posisi mubtada dan yang menjadi fa'il pada ayat ini adalah dhamir " هو yang tersirat pada lafad " يَسْتَهْزِئُ " lantaran dhamir ini kembali pada اللهُ " maka " اللهُ " bisa disebut juga fa'il secara makna



أنه لابد منه في الكلام فإن ظهر في اللفظ فذاك مثل
C.   bahwasannya fa’il itu mesti berada dalam jumlah itu sendiri, jika fa’il itu nampak pada lafadz maka itulah fa’il, contoh :

سَيَقُوْلُ سُفَهَاءُ
Yang bodoh itu akan berkata
rangkayan kalimat (kata2 dlm bhs indonesia) bisa dikatan jumlah (kalimat dlm B. Indonesia) bilamana kalimat itu memenuhi kriteria yaitu terpenuhinya musnad dan musnad ilaih dalam istilah lain adanya mubtada dan khabar atau fi'il dan fa'il dll.
lafad يَقُوْل " adalah fi'il yang mana setiap fi'il memerlukan kepada fa'il karena tidak mungkin ada pekerjaan tampa ada yang melakukan sebagaimana yang telah dipelajari jika fa'il itu terletak setelah fi'il maka ketika nampak setelah fi'il itu diperkirakan pas untuk dijadikan fa'il maka itulah fa'il

إلا فهو ضمير راجع لما دل عليه الكلام
Ø  jika tidak nampak maka yang menjadi fa’ilnya dhamir yang kembali kepada pembicaraan orang laincontoh :

هَلْ جَاءَ سَلِيْمٌ ؟ نَعَمْجَاءَ (هو)
Apakah salim telah datang ? ya dia datang
si A bertanya "apakah salim telah datang ?" lalu si B menjawab "ya dia datang" tampa menyebut " سَلِيْمٌ " pun si A akan faham bahwa yang datang adalah salim, maka cukup bagi si B hanya dengan menjawab dengan lafad " جَاءَ " dan yang menjadi fa'ilnya adalah dhamir " هو yang kembali kepada " سَلِيْمٌ "

أنه يكون في الكلام وفعله محذوف لقرينة دالة عليه
D.   bahswasannya fa’il itu bila ada dalam sebuah jumlah boleh fi’ilnya dibuang karena ada qarinah yang menunjukan kebolehannya. contoh :

مَنْ سَافَرَ ؟ فَيُقُوْلُ سَعِيْدٌ
siapa yang safar ? dijawab " sa'id "
si A bertanya "siapa yang safar ?" lalu si B menjawab " سَعِيْدٌ" sa'id adalah pelaku yang melakukan pekerjaan " سَافَرَ " namun tidak perlu disebutkan kembali fi'ilnya (dibuang) lantaran ada qarinah (sesuatu yang menunjukan maksud perkataan) hingga tampa disebutpun akan difaham maksudnya.
contoh dalam firman Allah swt.

وَلَئِنْ سَأَلْتُهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَ الْأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ , أى خَلَقَهُنَّ اللهُ
Jika kalian bertanya kepada mereka siapa yang menciptakan langit-langit dan bumi pasti mereka mengatakan Allahyaitu Allah menciptakan semua itu

إذا كان الفاعل مثنى أو جمعا لزم الفعل حالة الإفراد
E.   Apabila fa’il itu mutsana atau jama’ maka fi’il tetap dalam keadaan mufrad. contoh :

حَضَرَ الطَالِبُ
murid telah hadir
حَضَرَ الطَالِبَانِ
dua orang murid telah hadir
حَضَرَ الطُلَابُ
murid-murid telah hadir
lafad الطُلَابُ "adalah jama taksir ia menjadi fa'il dari fi'il yang mufrad حَضَر " sekalipun fa'ilnya jama' maka tetap fi'ilnya mufrad tidak berubah menjadi jama' " حَضَروا "

قَالَ ابْنُ مَالِكٍ : وَجَرِّدِ الْفِعْلَ إِذَا مَا أُسْنِدَا
لِلاِثْنَيْنِ أَوْ جَمْع كَفَازَ الشُّهَدَا (ءُ)
Ibnu Malik berpendapat : Mufradkan fi’Il apabila fi’ilnya disandarkan Kepada mustana atau jama’ seperti : para syuhada telah mendapatkan kebaikan

الأصل في الفاعل أن يتصل بفعله ثم يأتي بعده المفعول يه
F.    Pada dasarnya fa’il bersambung dengan fi’ilnya kemudian setelah fa’il datang maf’ulbihcontoh :

لايُخْلِفُ اللهُ المِيْعَادَ
Allah tidak akan menyalahi janji
i'rab: "yukhlifu" adalah fi'il "Allah" adalah fa'il "al mi'ada" adalah maf'ulbih seperti itulah susunan pokok B. arab

وقد يعكس الأمر فيتقدم المفعول ويتأخر الفاعل
Ø  Dan terkadang dalam urusan tertentu dibalikan, yaitu mendahulukan maf’ul dan mengakhirkan fa’il. contoh :

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Hanyalah yang takut kepada Allah dari hambanya itu adalah ulama
 (QS.Fatir : 28)
إِنَّمَا " adatu at-takhshis " يَخْشَى " fi'il mudhari " اللهَ " maf'ulbih " مِنْ عِبَادِهِ " muta'aliqani bi mahdzufi hal " الْعُلَمَاءُ " fa'il muakhar. contoh pada ayat ini keluar dari yang pokok fa'il diselangi dari fi'ilnya oleh empat kalimat.

قَالَ ابْنُ مَالِكٍ : وَاللأَصْلُ فِى الفَاعِلِ أَنْ يَتَّصِلَا
وَالْأَصْلُ فِى الْمَفْعُوْلِ أنْ يَنْفَصِلَا
وَقَدْ يُجَاءُ بِخِلَفِ الْأَصْلِ
وَقَدْ يَجِىء الْمَفْعُوْلُ قَبْلَ الِفعْلِ
Ibnu Malik berpendapat : yang pokok mengenai fa’il itu bersambung dengan fi’ilnya dan yang pokok mengenai maf’ulbih terpisah dari fi’ilnya.
Terkadang datang berbeda dengan yang pokok dan terkadang maf’ulbih pun akan datang sebelum fi’il

إذا كان الفاعل مؤنثا أنّث فعله بتاء ساكنة في آخر الماضي أو تاء المضارعة في أول المضارع
G.   apabila fa'il muanast maka fi'ilnya pun mesti dimuanastkan pula dengan "ta sakinah" pada akhir fi'il madhi dan "ta mudhara'ah" pada awal fi'il mudhariContoh :

نَجَحَتْ زَيْنَبُ
zainab telah sukses
lafad " نَجَحَتْ " adalah fi'il madhi yang menunjukan kepada muanast tanda muanastnya dengan " تْ " sakinah ( yang disukun ) pada akhirnya. lafad " زَيْنَبُ adalah nama perempuan yang menunjuka muanast hakiki

تَنْجَحُ الْمُجْتَهِدَةُ
perempuan yang bersungguh sungguh akan berhasil
lafad " تَنْجَحُ " adalah fi'il mudhari yang menunjukan kepada muanast tanda muanastnya dengan " تَ " mudhara'ah pada awalnya. lafad " الْمُجْتَهِدَةُ " adalah muanast lafdzi

حُكْمُ تَأْنِيْثِ الْفِعْلِ
ketentuan memuanatskan fi'll )

Memu’anastkan fi’il ada yang wajib dan ada yang boleh

مَا كَانَ التَأْنِيْثُ فِيْهِ وَاجِبًا
fi'il yang wajib dimuanatskan )


إذا كان الفاعل اسما ظاهرا مؤنثا تأنيثا حقيقيّا وكان متصلا بالفعل
A.      Apabila fa’il itu isim dzohir yang menunjukan mu’anast hakiki dan bersambung langsung dengan fi’ilnya. Contoh :

قَالَتِ امْرَأةَ ُالْعَزِيْزِ
Istri raja telah berkata
lafad " امْرَأة " menunjukan kepada muanast haqiqi dan bersambung langsung dengan fi'il " قَالَ " maka fi'ilnya wajib dimuanastkan menjadi " قَالَت "

إذا كان الفاعل ضميرا يعود على مؤنث
B.      Apabila fa’il itu dhamir yang kembali kepada mu’anast. Contoh :

إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ وَ إِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ عَلِمَتْ نَفْسٌ مَاقَدَمَتْ وَ أخَرَتْ
Apabila langit terbelah dan apabila bintangbintang jatuh berserakansetiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya. (QS. Al-Infitar : 1,2,5 )
muanast disini menunjukan kepada umum baik dhamir yang kembali kepada muanast hakiki ataupun kepada muanast majazi lafad " انْفَطَرَتْ " adalah fi'il madhi dengan dhamir " هي " didalamnya, dimana dhamir itu kembali kepada " السَّمَاءُ " yang menunjukan kepada muanast majazi maka tidak boleh tidak fi'ilnya mesti di muanastkan. sama pula dengan lafad seterusnya antara " انْتَثَرَتْ " kepada " الْكَوَاكِبُ "

مَا كَانَ تَأْنِيْثُ فِيْهِ جَائِزًا
fi'il yang boleh dimuanatskan )

إذا كان الفاعل اسما ظاهرا مؤنثا حقيقيّا مفصولا بينه وبين فعله بفاصل
A.      Apabila fa’il itu mu’anast hakiki akan tetapi antara fa’il dan fi’ilnya terpisah dengan pemisah apapunContoh :

يَأَيُّهَا الَذِيْنَ أمَنُوْا إذَا جَاءَكُمُ الْمُؤمِنَاتُ
Wahai orang-orang yang beriman apabila orang-orang mu’min perempuan datang kepada kalian
(QS.Al-Mumtahanah : 10)
lafad " جَاءَ " adalah fi'il madhi menandakan mudzakar. lafad " كُمُ " dhamir munfashil berkedudukan sebagai maf'ulbih lafad " الْمُؤمِنَاتُ " jama' muanas salim berkedudukan sebagai fa'il. disini boleh fi'ilnya tetap " جَاء " tampa harus dirubah menjadi muanast " جَاءت " lantaran diantara keduanya diselangi oleh maf'ulbih

إذا كان الفاعل اسما ظاهرا مؤنثا مجازيا
B.      Apabila fa’il itu isim dzahir yang menunjukan mu’anast majazi (dikelompokan kedalam mu’anast) Contoh :

طَلَعَ الشَّمْسُ
Matahari telah terbit
طَلَعَتِ الشَّمْسُ
matahari telah terbit
lafad " الشَّمْسُ " adalah muanast majazi (yang dikelompakan kepada muanast) maka fi'ilnya boleh menjadi mudzakar " طَلَعَ " atau muanast " طَلَعَت " walaupun tidak ada pemisahcatatan bila dimu’anastkan itu lebih baik

إذا كان الفاعل جمع تكسيرٍ لمؤنث أو مذكر
C.      Apabila fa’il itu jama’ taktsir baik itu me’anast atau medzakar Contoh :

جَاءَتِ الرِجَالُ
para laki-laki telah datang
جَاءَ الرِجَالُ
para laki-laki telah datang
lafad " الرِجَالُ " adalah jama taktsir maka fi'ilnya boleh menjadi mudzakar " جَاءَ " atau muanast " جَاءَت " walaupun tidak ada pemisah.
catatan jika mufradnya mu’anast ketika dijadikan jama’ takstir fi’Il nya lebih baik di muanastkan, jika mufradnya mudzakar ketika dijadikan jama’ takstir fi’ilnya lebih baik di mudzakarkan sekalipun keduanya bisa digunakan baik itu di fi’ilnya mu’anastkan atau di mudzakarkan

contoh dalam firman Allah SWT.

قال تعالى : لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ
Allah berfirman sungguh telah datang raul-rasul dari tuhan kami dengan membawa kebenaran (QS. Al-A’raf : 43)

إن يكون ضميرا منفصلا لمؤنث
D.     Apabila fa’il itu dhamir munpasil yang menunjukan mu’anast Contoh :

مَا قَامَ إِلَّا هِيَ - مَا قَامَتْ إلَّا هِيَ
Tidak ada yang berdiri kecuali dia (perempuan)
lafad " هِيَ " adalah dhamir munfashil ghaib limuanast berkedudukan sebagai fa'il maka fi'ilnya boleh mudzakar " قَامَ " atau boleh juga muanast " قَامَتْ "

أن يكون الفاعل مؤنثا ظاهرا والفعل نعم أو بئس
E.     Apabila fa’il itu mu’anast sedangkan fi’ilnya terdiri dari " بئس sejelek-jeleknya dan " نعم sebaik-baik-baiknyaContoh :

بِئْسَتْ المَرْأةُهِنْدٌ – بِئْسَ المَرْأةُهِنْدٌ
Sejelek-jeleknya perempuan ialah hindun
lafad " المَرْأةُ " adalah muanast hakiki maka khusus untuk fi'il نعم " dan " بئس "boleh dijadikan mudzakar " بِئْسَ " ataupun muanast " بِئْسَتْ "

عَوَامِلُ الفَاعِلُ
Amil-amil fa’il )
A.      الفعل Fi’il contoh :

صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ
Maha benar Allah yang maha agung
lafad " اللهُ " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) Allah menjadi fa'il adalah fi'il " صَدَقَ "

B.      اسم الفاعل  Isim fa’il Contoh :

يَا نَافِعًا عِلْمُهُ وَ يَا جَمِيْلًا خُلْقُهُ
Wahai orang yang bermanfa’at ilmunya dan yang indah akhlaknya
lafad " عِلْمُ " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) ilmu menjadi fa'il adalah isim fa'il " نَافِعًاَ "
lafad " خُلْقُ " masuk pada contoh amil baigian sifat musyabahah

C.      الصفة المشبهة Sifat musyabahah Contoh :

زَيْدٌ حَسَنٌ وَجْهُهُ
Zaid yang bagus wajahnya
lafad " وَجْهُ " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) wajhu menjadi fa'il adalah sifat musyabahah " حَسَنٌ "
catatan sifat musyabahah adalah kata sifat yang diambil dari fi’il lajim memiliki makna lebih dan sifatnya itu tetap

D.     المصدر Mashdar. Contoh :

فِى الْبَحْرِ هُوَ الطَهُوْرُ مَاءُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
dilaut itu suci airnya dan halal bangkainya
lafad " مَاءُ " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) mau menjadi fa'il adalah mashdar " الطَهُوْرُ " begitupun contoh " مَيْتَتُ " oleh " الْحِلُّ "
catatan : isim mashdar adalah lafad isim yang menunjukan pada ma'na dan tidak mengandung unsur waktu

E.      التفضيل اسم Isim tafdhil Contoh : 

مَرَرْتُ بِاالأَفْضَلِ أبُوْهُ
saya melewati orang yang paling utama ayahnya
lafad " أبُو " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) abu menjadi fa'il adalah isim tafdhil " الأَفْضَل "

F.       اسم الفعل Isim fi’il. Contoh :

هَيْهَاتَ العَقِيْقُ
telah jauh kedurhakaan
lafad " العَقِيْقُ " berkedudukan fa'il dan yang membuat (amil) 'aqiq menjadi fa'il adalah isim fi'il " هَيْهَاتَ "
catatan : Isim fiil itu adalah lafad yang maknanya seperti fi'il , baik maknanya fi'il madi, fi'il mudhari,fi'il amer

أَقْسَامُ الفَاعِلِ
Macam-macam fa’il )

A.      ظاهر isim failnya nampak dan jelas Contoh :

وقَالَتِ الْيَهُوْدُ يَدَ اللهِ مَغْلُوْلَة
orang yahudi telah berkata bahwa kekuasaan Allah itu terbelengkuk
lafad " الْيَهُوْد " adalah isim dhahir yang menjadi fa'il
B.       الضمير  failnya tidak nampak namun fai'ilnya tetap ada hanya saja berupa dhamir yang tersembunyi  Contoh :


إنَّمَا حَرَمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
Allah mengharamkan bangkai kepada kalian
lafad yang menjadi fa'ilnya adalah " هو " yang tersirat pada fi'il " حَرَمَ "

C.   المبنيات mabni. (isim yang tetap) Contoh :

سَبَحَ للهِ مَافِى السَّمَوَاتِ
segala yang ada dilangit mensucikan Allah
lafad " مَا " adalah isim maushul berkedudukan sebagai fa'il

سَأَلَنِي هَذَا الرَجُلُ
Laki-laki ini telah bertanya kepadaku
lafad " هَذَا "adalah isim mashul berkedudukan sebagai fa'il

D.     المؤول Masdar mu’awal. Contoh :

يُعْجِبُنِي أنْ تَجْتَهِدَ أى اِجْتَهَدُكَ
Kesungguh-sungguhanmu telah membuatku kagum
lafad " تجتهد " fi'il mudhari yang didahului huruf أن kemudian ditakwil masdar yaitu اختهادك menjadi fail.

يَجِبُ عَلَيْكَ أنْ تُصَلِىَ أى الصَّلَاةُ
Shalat itu wajib bagimu
lafad " يَجِبُ " fi'il mudhari yang didahului huruf أن kemudian ditakwil masdar yaitu الصَّلَاةُ " menjadi fail.
Mu’awal artinya ditakwil jika ada huruf masdariyyah seperti " أن نَّأ" yang apabila mendahului fiil mudhari di takwil masdar karena masdar termasuk isim marfu





0 komentar:

Posting Komentar

Comments