Perbedaan Ulama Dalam Memahami Surat Ali Imran Ayat 7

Perbedaan di sini seputar masalah waqaf dan washal (harus berhentikah atah boleh disambungkan) pada kalimat وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ ada dua pendapat : pendapat pertama berkata harus berhenti di lafadz Jalalah dengan alasan bahwa huruf wawu di ayat tersebut adalah للاستأناف (menandakan huruf setelah wawu adalah kalimat baru) itu artinya hanyalah allah yang mengetahui takwilnya sedangkan orang yang mendalam terhadap ilmu tidak mengetahui takwil ayat-ayat yang mutasyabih. Pendapat ke dua berkata boleh disambungkan dalam membacanya dengan anggapan bahwa wawu di ayat tersebut adalah للعطف (menandakan huruf setelah wawu masih bagian dari kalimat yang sebelumnya) itu artinya tidak hanya Allah yang mengetahui takwil ayat-ayat yang mutasyabih tapi orang-orang yang mendalam terhadap ilmu pun sama-sama mengetahuinya.
Dalil-dalil yang berpendapat harus waqaf :
1. Bahwasannya nabi saw. Bersabda : bilamana kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih mereka itulah yang Allah sebut maka peringatilah mereka. Al-Bukhari no. 4183 Muslim no. 4817
2. Kalaulah huruf wawu di ayat tersebut للعطف maka akan ada masalah dalam kalimatيَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا bila ditinjau dari kedudukannya di dalam I’rab.
3. dan الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْم disebut di sini agar menjadi contoh untuk yang lainya dalam menjauhi takwil dan menerima ayat mutasyabih.
Dalil-dalil tentang bolehnya washal (pendapat 1 orang) :
1. Hadist Al-Bukhari no. 4183 Muslim no. 4817 tidak menyinggung pentakwil ayat mutasyabih secara keseluruhan. Melainkan hanya kepada pentakwil yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih yang mencari-cari fitnah melalui takwilnya.
2. Ada pun kedudukan I’rab pada kalimat يَقُولُونَ ini bisa menjadi hal
3. Banyak dari ulama yang berpendapat di antaranya Ibnu Qutaibah dan Ibnu Taimiyyah. Sekalipun tidak ada karakteristik bagi orang-orang yang mendalam ilmunya yang membedakan antara dirinya dengan orang pada umumnya. Tetap saja Allah puji mereka sebab mereka mengetahui takwilnya.
Perbedaan selalu ada dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia termasuk di dalamnya perbedaan dalam memahami ayat suci Al-qur’an. jangan sampai hanya karena satu golongan mengikuti pendapat pertama kemudian menyalahkan pendapat kedua begitupun sebaliknya.
Perbedaan pendapat para ulama adalah rahmat. Artinya dengan perbedaan ini bukan membuat umat islam terpecah belah tapi harus dipahami adanya berbedaan ini sebagai kekayaan pengetahuan islam.
da’I dan da’iyah zaman now dituntut unkuk mengambil pendapat yang lebih cerdas yang disepakati oleh keduabelah pihak atau dinamakan juga pendapat taufiqi. Seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Muhammad Khazir Al-Majali beliau menganalisis akar masalah dan merincinya hingga dapat menggabungkan dua pendapat di atas dan menghasilkan pendapat baru yang lebih komprehensif.
Pendapat taufiqi :
Supaya ada kesepakatan antara dua pendapat maka mesti diketahui dengan baik makna takwil. karena dari takwil ini inti permasalahannya. Sehubungan dengan takwil ulama membaginya menjadi tiga makna :
1. Takwil memiliki arti tafsir, yaitu pemetaan, pemberitahuan, penjelasan. Istilah ini digunakan oleh ulama salaf mereka menganggap tafsir adalah takwil.
2. Takwil memiliki arti ruju’, yaitu menginterpretasikan hakikat sesuatu atau membenarkan suatu kejadian contonya firman Allah swt tentang hari akhir يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ pada hari datangnya kebenaran pemberitahuan Al-qur’an itu.هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu, sesungguhnya tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan
3. Takwil memiliki arti memalingkan makna dzahir (yang tersurat) ke makna lain (yang tersirat) yang ada kaitannya secara tidak langsung. makna ini yang sekarang digunakan oleh ulama kontemporer.
Berangkat dari ketiga definisi di atas maka bisa disimpulkan :
1. Jika yang dimaksud adalah takwil makna pertama maka orang-orang yang mendalam ilmunya mengetahui takwil ayat mutasyabihat. al-qur’an menggunakan bahasa arab yang jelas, dan Allah swt. tidak berbicara dengan bahasa yang hambanya tidak paham. Atas dasar itu maka boleh mewashalkan lafadz jalalah di ayat tersebut.
2. Jika yang dimaksud takwil makna yang kedua. maka hanya Allah yang mengetahi maksud yang sebenarnya dari ayat mutsyabihat sedangkan orang yang mendalam ilmunya tidak mengetahuinya. terlebih seperti urusan ghaib yang berkaitan dengan dzat Allah swt. atas dasar itu maka wajib waqaf pada lafadz jalalah di ayat tersebut.
3. Jika yang dimaksud takwil makana ketiga. maka orang yang mendalam ilmunya pun tau takwil ayat mutasyabihat atas dasar itu maka boleh mewashalkan lafadz jalalah di ayat tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

Comments